Senin, 25 Oktober 2010

Perbedaan Akomodasi, Akulturasi, Asimilasi dan Integrasi

A. Akomodasi

Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjuk terciptanya keseimbangan dalam hubungan-hubungan sosial antarindividu dan kelompok-kelompok sehubungan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk kepada usaha-usaha manusia untuk meredakan pertentangan-pertentangan atau usaha-usaha untuk mencapai kestabilan interaksi sosial.
Contoh:  ada C yang sedang berantem dengan D karena suatu masalah, biasanya karena kontroversi. Kemudian ada E yang merupakan sahabat C dan D, ngga tahan ngeliat keduanya ga bisa akur lagi. Kemudian E mengajak C dan D untuk berdiskusi secara terbuka dan dingin, atau bisa juga E mengubah pendirian keduanya entah bagaimana itu, sehingga C dan D merasa lebih baik dan mau bertemu kemudian berbaikan.
Ada berbagai bentuk dari akomodasi yang bisa kamu baca di modul sosum. ^_^
B. Akulturasi
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya, tanpa menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan asli.
Proses akulturasi dapat berjalan sangat cepat atau lambat tergantung persepsi masyarakat setempat terhadap budaya asing yang masuk. Apabila masuknya melalui proses pemaksaan, maka akulturasi memakan waktu relatif lama. Sebaliknya, apabila masuknya melalui proses damai, akulturasi tersebut akan berlangsung relatif lebih cepat.
Contoh akulturasi: adat Sekaten yang merupakan percampuran antara budaya Islam dengan budaya Jawa.. di mana struktur dari keduanya masih dapat terlihat walaupun sudah bercampur. Coba lihat adat sekaten : http://id.wikipedia.org/wiki/Sekaten
C. Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial tingkat lanjut yang timbul apabila terdapat golongan-golongan manusia yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, saling berinteraksi dan bergaul secara langsung dan intensif dalam waktu yang lama, dan kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masingmasing berubah sifatnya yang khas menjadi unsur-unsur kebudayaan yang baru, yang berbeda dengan aslinya.
Asimilasi terjadi sebagai usaha untuk mengurangi perbedaan antarindividu atau antarkelompok guna mencapai satu kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Menurut Koentjaraningrat, proses asimilasi akan timbul apabila ada kelompok-kelompok yang berbeda kebudayaan saling berinteraksi secara langsung dan terusmenerus dalam jangka waktu yang lama, sehingga kebudayaan masing-masing kelompok berubah dan saling menyesuaikan diri.
Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:
  • terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
  • terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama.
  • Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri.
contoh asimilasi adalah imigran meksiko yang pergi ke USA untuk mencari kerja. Di awal kedatangan mereka ke USA, mereka selalu ditolak dan dianggap mengganggu keberadaannya disana. Beberapa penyebab penolakana terhadap mereka adalah masalah bahasa dan mereka dianggap sebagai masyarakat kumuh oleh penduduk asli di USA. Tapi akhirnya mereka sekarang menjadi salah satu etnis yang unggul di USA.
  • Itu adalah contoh yang imigran yang berhasil. Contoh lain adalah etnis keturunan tionghoa yang berada di Indonesia. Mereka datang sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia. Para etnis keturunan tionghoa ini menjadi penguasa lahan ekonomi di Indonesia, hampir semua lahan ekonomi, sebelum tahun 1998, dikuasai oleh mereka. Tapi mereka kurang melebur dengan masyarakat asli pribumi Indonesia, akhirnya pada kerusuhan 1998, merekalah yang menjadi sasaran utama. Setelah itu, para imigran tionghoa ini memahami pentingnya integrasi budaya, jadi sekarang mereka sudah melebur dengan masyarakat pribumi dan akhirnya mereka saling menghargai dan menghormati satu sama lain.
D. Integrasi
Integrasi berasal dari bahasa inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memilki keserasian fungsi.
Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan di mana kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Integrasi memiliki 2 pengertian, yaitu :
  • Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu
  • Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu
Sedangkan yang disebut integrasi sosial adalah jika yang dikendalikan, disatukan, atau dikaitkan satu sama lain itu adalah unsur-unsur sosial atau kemasyarakatan.
Suatu integrasi sosial di perlukan agar masyarakat tidak bubar meskipun menghadapi berbagai tantangan, baik merupa tantangan fisik maupun konflik yang terjadi secara sosialbudaya.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
  • Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar)
  • Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Penganut konflik berpendapat bahwa masyarakat terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.
Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosial
Syarat Berhasilnya Integrasi Sosial
1. Untuk meningkatkan Integrasi Sosial, Maka pada diri masing-masing harus mengendalikan perbedaan/konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
2. Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya

Unsur-unsur Intrinsik Cerpen

Kali ini saya posting tentang cerpen, tepatnya tentang unsur-unsur intrinsik cerpen...


Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur- Unsur-unsur intrinsik tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Tema cerita Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai stuktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.

Tema disaring dari motif- motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak. Tema adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.

2. Alur Cerita

Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa fiksi.

Lebih lanjut Stanton mengemukakan bahwa plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plot ialah peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab-akibat. courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat. Alur/plot adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita. Alur meliputi beberapa tahap

1. Pengantar: bagian cerita berupa lukisan, waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
2. Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
3. Puncak ketegangan/klimaks: masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
4. Ketegangan menurun/antiklimaks: masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
5. Penyelesaian/resolusi: masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.


Alur dibedakan menjadi: Alur maju, alur mundur, dan Alur campuran.



3. Penokohan

Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita

Dengan demikian, istilah penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Perwatakan: menggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari tiga segi, yaitu melalui:
- Dialog tokoh
- Penjelasan tokoh
- Penggambaran fisik tokoh

4. Latar

Sebuah cerita pada hakikatnya ialah peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Menurut Nadjid (2003:25) latar ialah penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi

Menurut Nurgiyantoro (2004:227—233) unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, antara lain sebagai berikut.




a. Latar Tempat

Latar tempat mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.

courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com




b. Latar Waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah ” kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu

c. Latar Sosial

Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan. courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com




5. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu.

Ada beberapa pertanyaan yang dapat digunakan untuk membedakan sudut pandang. Pertanyaan tersebut antara lain sebagai berikut.




1. Siapa yang berbicara kepada pembaca (pengarang dalam persona ketiga atau pertama, salah satu pelaku dengan ”aku”, atau seperti tak seorang pun)?

2. Dari posisi mana cerita itu dikisahkan (atas, tepi, pusat, depan atau berganti-ganti)?

3. Saluran informasi apa yang dipergunakan narator untuk menyampaikan ceritanya kepada pembaca (kata-kata, pikirn, atau persepsi pengarang; kata-kata, tindakan, pikiran, perasaan, atau persepsi tokoh)?

4. Sejauh mana narator menempatkan pembaca dari ceritanya (dekat, jauh, atau berganti-ganti)?

Selain itu pembedaan sudut pandang juga dilihat dari bagaimana kehadiran cerita itu kepada pembaca: lebih bersifat penceritaan, telling, atau penunjukan, showing, naratif atau dramatik. Pembedaan sudut pandang yang akan dikemukakan berikut berdasarkan pembedaan yang telah umum dilakukan orang yaitu bentuk persona tokoh cerita: persona ketiga dan persona pertama. courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com

a. Sudut pandang persona ketiga : ”Dia”

Pengisahan cerita yang menpergunakan sudut pandang persona ketiga gaya ”Dia”, narator adalah seorang yang berada di luar cerita yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama, atau kata gantinya: ia, dia, mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut, dan sebagai variasi dipergunakan kata ganti. Hal ini akan mempermudah pembaca untuk mengenali siapa tokoh yang diceritakan atau siapa yang bertindak.

Sudut pandang ”dia”dapat dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap bahan ceritanya. Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh ”dia”, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan ”pengertian” terhadap tokoh ”dia” yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja.

1) ”Dia” mahatahu

Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya ”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.

2) ”Dia” terbatas, ”Dia” sebagai pengamat

Dalam sudut pandang ”dia” terbatas, seperti halnya dalam”dia”mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com


b. Sudut Pandang Persona Pertama: ”Aku”

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona pertama (first person point of view), ”aku”. Jadi: gaya ”aku”, narator adalah seseorang yang ikut terlibat dalam cerita. Ia adalah si ”aku” tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa atau tindakan, yang diketahui,dilihat, didengar,dialami dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca. Jadi, pembaca hanya dapat melihat dan merasakan secara terbatas seperti yang dilihat dan dirasakan tokoh si ”aku” tersebut.

1) ”Aku” tokoh utama

Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).

2) ”Aku” tokoh tambahan

Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali, dan dialah kini yang berkisah.

Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita. courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com



6. Gaya Bahasa dan Nada

Bahasa dalam cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan tidak sewajarnya, dan sebagainya. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Nada pada karya sastra merupakan ekspresi jiwa.


7. Nilai(amanat): pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita.



Ini contoh Cerpen yang saya dapat dari Jawa Pos, edisi Senin, 21 Juli 2008, anda  bisa berlatih untuk menganalisis unsur-unsur intrinsiknya.
Balada Sebuah Tugas Statistik
Oleh Retno Wi
Brakk!!…
Pintu terbuka dengan keras. Sepi. Tak ada siapa-siapa di dalam. Pasti, sebab, penghuni lain sibuk dengan aktivitas di tempat kerja masing-masing. Termasuk dia, kalau saja dia tidak teringat satu hal. Sungguh dia menyesal kenapa tidak menuruti nasihat orang-orang di sekitarnya. Ah, seandainya aku memasang alarm di ponselku. Seandainya aku menuliskan di papan. Seandainya aku…
Oh, mengapa aku mesti menjadi orang pelupa? Bukankah aku masih muda? Apa memang memori otakku terbatas? Aku ingat, otak punya memori yang sangat besar. Setidaknya, aku masih ingat beberapa hal yang aku lakukan di waktu kecil. Artinya, aku masih mampu merekam dengan baik kejadian 15 tahun lalu. Bukankah itu hebat. Tapi, mengapa aku lupa dengan semua tugas yang baru diberikan seminggu lalu? Orang bilang semua itu karena keteledoranku. Benarkah aku teledor?
Brak!!…
Nasib pintu kamar pun tak berbeda dengan pintu ruang depan. Terbuka dengan dorongan keras dan kasar, membuyarkan dialog yang berlangsung antara otak dan hatinya. Dengan napas memburu, tangannya mengobrak-abrik meja kayu penuh tumpukan kertas dan buku. Dia tak peduli dengan buku dan kertas yang barjatuhan akibat ulah kasarnya. Sesekali, matanya melirik jam di dinding kamar. Detik-detiknya terus berjalan, berputar mendorong menit demi menit terlewati. Detak jantungnya seolah ingin mengejar setiap detik yang terlewat cepat. Setiap detik yang selalu menambahkan butiran keringat di dahinya.
“Ah…! Akhirnya ketemu juga.” Desisnya sedikit lega. Sedikit, sebab, waktu yang dimiliki tidak banyak. Disekanya keringat yang semakin berkilat di kening untuk mengurangi kegugupan yang terlalu lama menemani. Dipandanginya tulisan di kertas yang sedang dipegangnya. Terbayang di kertas itu seorang dosen killer berkumis lebat dengan sorot mata tajam ingin menelannya bulat-bulat. Siapa yang mau berurusan dengan dia lagi? Mengumpulkan tugas tepat waktu saja masih mendapat omelan dan sanksi kalau penulisannya tidak sesuai dengan keinginannya. Apalagi kalau telat mengumpulkan? Dan, aku? Dani mencoba mengingat-ingat. Selalu telat mengumpulkan tugas. Alasannya pun bisa ditebak oleh semua orang. LUPA!
“Oh, Tuhan!” dia menepuk jidat dengan keras. Dia segera tersadar dengan masalah yang menerornya. “Bukankah semua jawaban ini ada di buku Statistika. Dan, bukuku… di mana bukuku??”
Dia empaskan pantatnya di kasur. Kedua tangan pucat itu meremas-remas rambutnya dengan kuat. “Sialan si Roni!” kutuknya kesal. Dengan gusar dia menekan keypad ponsel. Mulutnya mengerucut, dahinya berkerut. Mendengarkan nada ponsel yang hanya berbunyi tut..tut…, Dicobanya sekali lagi.
Tuu…ut. Tuu..ut. Tuu..ut. “Halo!? Eh, Dani. Ke mana pula kau, kok nggak nongol di kampus? Kita lagi…” Tak sempat suara di sebrang meneruskan kalimatnya.
“Heh! Mana buku statistiknya! Pinjem buku jangan ngawur dong! Masak yang punya belum ngerjain tugas, masih belom dibalikin. Aku tunggu di rumah sekarang! Bawa buku statistik itu!”
“Hei..! Hei..! Kapan pula aku pinjam bukumu, hah?! Melihatnya pun aku tak pernah!”
“Kapan kau bilang? Siapa yang merengek-rengek minggu lalu setelah kuliah statistik berakhir? Siapa? Emang kucing?!”
“Benar-benar payah kau Dan! Rupanya, kau semakin tua hingga penyakit lupamu kian parah. Ingat-ingatlah yang bener! Atau, jangan-jangan sudah saatnya kau masuk RSJ, biar sembuh. Ha ha ha… !” Klik! Sambungan diputus.
Dani memandingi ponselnya kesal. Dipencetnya sekali lagi nomor Roni.
Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang… Klik! Ponsel terlempar di atas bantal. Dia rebahkan badannya. Hatinya melemparkan ratusan kutukan untuk Roni. Dani duduk di tepi dipan. Menatap meja belajarnya yang tak pernah rapi. Kertas-kertas berserakan memenuhi meja. Buku-buku tak lagi berdiri tegak karena buku di bagian tengah deretan diambil Dani. Dia pun membiarkan buku-buku di sebelahnya ambruk. Sebagian buku itu tampak hampir tidur tertumpuk buku lain di sebelah kirinya. Pasti buku yang seharusnya mengisi dan menyangga buku di sebelah kiri sangat tebal. Oh! Bukankah buku paling tebal miliknya hanya satu! Ya, hanya satu! Dan….
Aha…! Aku ingat sekarang. Aku baru mengambilnya dua hari lalu. Yaitu, ketika akan mengerjakan tugas, namun gagal karena diminta Ayah untuk menemani ibu belanja. Lalu… Lalu… Aaahh! Kepalan tangannya meninju telapak tangan kiri dengan gemas.
Dani mencoba mengingat siluet kejadian demi kejadian. Buntu! Dia lupa di mana meletakkan buku statistiknya. Kembali dia menatap jam dinding. Tak ada pilihan. Aku harus mengerjakannya sekarang meski tanpa buku statistik itu.
Dengan gontai dia menuju meja belajar. Sedikit malas, tangannya mengumpulkan kertas yang memenuhi meja. Kertas-kertas terkumpul dan dipindahkan ke lantai pojok kamar. Dipandanginya meja yang kini bebas dari kertas. Ada perasaan nyaman. Namun, ada sesuatu yang dirasa masih kurang. Yah, mejanya belum bersih benar. Ada beberapa kertas yang terjepit antara tepi meja dengan dinding. Dani mencoba menarik beberapa kertas. Tapi, terasa sangat sulit. Dani menarik meja agar menjauh dari tembok.
Brak!!.. Sebuah benda terjatuh dengan berat. Kepala Dani melongok ke bawah meja. “Yess!!.. akhirnya kutemukan buruanku.”
****
Suasana kampus agak lengang dari biasanya. Begitu juga kantin. Dani menyeruput juice avokad yang menjadi kesukaan. Tak banyak anak berkeliaran. Ditatapnya jam yang tergantung di dinding kantin. Masih ada seperempat jam untuk menyegarkan hari dengan segelas juice dan semilir angin yang menerobos kantin pelan-pelan.
“Di sini rupanya kau, Dan.” Sebuah tepukan keras dirasakan pundak kanan Dani. Sebenarnya tanpa menoleh pun, Dani tahu siapa yang sedang berbicara. Siapa tak kenal logat batak yang medok itu?
“Lo sendiri?”
“Bah! Aku? Tentulah aku mau pulang. Buat apa panas-panas begini berlama-lama di kampus?”
Mulut Dani melepas sedotannya perlahan.
“Pulang?”
Laki- laki di depannya mengangguk mantap.
“Trus, tugas statitiskmu?”
“Tugas statistik?” Roni berpikir sejenak. Tak lama kemudian, meledaklah tawanya.
“Ha…ha…haaa…” Buru-buru mulutnya bungkam ketika beberapa pasang mata menatapnya. Atau, lebih tepat melotot ke arahnya.
“Dan…Dan… tahulah aku sekarang kenapa tak masuk kuliah kau tadi. Itu juga yang membuatmu marah-marah padaku, kan?” Roni mendekatkan wajahnya yang penuh jerawat batu ke wajah Dani. Kemudian, punggung tangannya ditempelkan ke kening Dani.
“Hmm… Rupanya, kau benar-benar harus ke RSJ,” ucapnya pelan. “Ingatanmu semakin payah.”
“Eh, apa-apaan lo? Aku bicara soal statistik, bukan masalah penyakit lupaku! Dasar bloon!”
“Ya, ya. Kau tunggu saja sampai mabok, takkan pernah Pak Naryo datang menemuimu.”
“Maksudnya?”
“Karena memang tugas statistik itu baru dikumpulkan minggu depan. Karena hari ini Pak Naryo masih di luar negeri. Bukankah itu yang disampaikan sebelum kuliah statistik berakhir minggu lalu. Begitu mudahnya kau melupakan itu teman?”
“Jadi?”
“Jadi, sebaiknya pergilah kau segera ke dokter jiwa. Ha…haa.. ha..”
Roni pun berlalu meninggalkan Dani bersama juice avokadnya.
sekian! hehehe Selamat Berlatih ya Kawan..

(diadopsi dari berbagai sumber) courtessy of http://warungpojokdigital.blogspot.com